Mafia Berkeley, Ali Moertopo, hingga Opsus – Tiga hal yang perlu diketahui tentang Orde Baru dan sepak terjangnya

Soeharto, orde baru, mafia berkeley, opsus, sukarno

Sumber gambar, Getty Images/Bettmann

Keterangan gambar, Kabinet Ampera, yang dibentuk pada 25 Juli 1966, merupakan kabinet yang dibentuk Presiden Soekarno namun dijalankan oleh Soeharto. Terlihat di foto ini (kiri) Ketua Presidium Kabinet Ampera/Pejabat Presiden, Jenderal Soeharto, Presiden Sukarno, Menteri Ekonomi dan Keuangan Sri Sultan Hamengkubowono IX, serta Menteri Urusan Politik Adam Malik.
  • Penulis, Heyder Affan
  • Peranan, Wartawan BBC News Indonesia

Kekuasaan Orde Baru, yang runtuh 27 tahun silam, dibangun di atas dua doktrin: pembangunan ekonomi dan stabilitas politik. Pilihan ini membawa konsekuensi-konsekuensi yang dampaknya tidak benar-benar terhapus setelah Soeharto lengser. BBC News melihat ulang bagaimana Orde Baru mulai menjalankan doktrinnya.

Kelahiran Orde Baru yang dramatis pada 1966 menandai dimulainya pergeseran orientasi yang sangat luar biasa di berbagai bidang, terutama ekonomi dan politik.

Dibangun di atas kondisi ekonomi yang kacau peninggalan Soekarno, rezim baru ini sangat fokus pada pertumbuhan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Soeharto dan para teknokrat pendukungnya kemudian beralih ke Barat—sebuah langkah yang sebelumnya dianggap najis oleh Soekarno.

Demi pembangunan ekonomi itu pula, rezim baru dengan percaya diri menyertakan doktrin kedua: stabilitas politik atau keamanan.

Dalam lima tahun kekuasaannya, mereka mengembangkan kebijakan yang bertujuan mengurangi gejolak politik.

Orde Baru, Soeharto, MPRS

Sumber gambar, AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Pada 28 Maret 1968, Soeharto, yang sudah menjabat sebagai Pejabat Presiden sejak 12 Maret 1967, secara resmi dilantik oleh MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) sebagai Presiden.

Kemudian, ditempuhlah kebijakan depolitisasi, mulai dari partai-partai politik hingga kampus.

Apa yang terjadi menjelang dan saat Pemilu 1971 adalah buktinya, tatkala rezim otoriter birokratik menempuh segala cara demi tujuannya.

Seperti apa kebijakan ekonomi Orde Baru yang jelas-jelas bertolak belakang dengan yang ditempuh Soekarno?

Mengapa rezim Soeharto menganggap kelompok Islam politik dan sisa-sisa pendukung Soekarno harus 'digarap' sehingga tidak mempunyai taji lagi?

Sebagai penutup, kami mewawancarai seorang generasi ketiga keluarga tahanan politik (tapol) 1965 yang menulis buku semacam kamus Orde Baru.

Inilah liputannya.

Kebijakan ekonomi Orde Baru dan istilah 'mafia Berkeley'

Kelahiran Orde Baru memunculkan doktrin baru bernama pembangunan ekonomi dan stabilitas politik.

Langkah ini diambil lantaran rezim Orde Baru mencanangkan "ekonomi sebagai panglima" dan bukan lagi "politik sebagai panglima" seperti pada era Soekarno.

Konsekuensinya, rezim Soeharto yang disokong sejumlah ekonom lulusan Amerika Serikat (AS), kemudian menjamin stabilisasi politik demi pembangunan.

"Para pemimpin Angkatan Darat berpendapat bahwa pemerintah militer akan menjamin terpeliharanya kestabilan politik yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi," kata Harold Crouch dalam buku Militer dan Politik di Indonesia (1999).

Soeharto, nixon, mafia berkeley, orde baru, pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi

Sumber gambar, Getty Images/Bettmann

Keterangan gambar, Presiden Soeharto berfoto bersama dengan Presiden AS, Nixon, di Gedung Putih, 26 Mei 1970. Ini adalah bagian kunjungan kenegaraan Soeharto ke AS.

Kekacauan ekonomi yang diwarisi Soeharto lalu memicu perumusan doktrin pembangunan dan modernisasi ekonomi.

Dukungan pun mengalir dari masyarakat yang ingin dianggap sejalan dengan Orde Baru.

Muncul kemudian semacam konsensus di antara pendukungnya, bahwa Indonesia memerlukan stabilitas, rehabilitasi dan pembangunan gaya kapitalis.

"Mengingat sifat koalisi tersebut, beratnya krisis ekonomi, dan kekecewaan mereka terhadap Sosialisme ala Indonesia versi Soekarno, maka strategi ekonomi yang menekankan perombakan struktur sosial ekonomi secara radikal dan mengabaikan peranan modal asing, tidak mungkin diterapkan," papar Mochtar Mas'oed dalam buku Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971 (1989).

Mahasiswa, KAMI, angkatan 1966, orde baru, orde lama, soeharto

Sumber gambar, Getty Images/Bettmann

Keterangan gambar, Mahasiswa yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) menggelar unjuk rasa di sebuah lapangan di Jakarta, 18 Juni 1966.

Karena itulah, para intelektual di sekitar Soeharto menolak melibatkan diri jika pemerintah melanjutkan program-program Sukarno, seperti land reform atau perpajakan progresif. Mereka mewanti-wanti para pengusaha akan hengkang bila itu terjadi.

Dan tanpa dukungan para teknokrat itu, sambung Mas'oed, pimpinan AD tidak bisa berharap memecahkan masalah besar ekonomi yang diwarisi rezim sebelumnya.

Baca juga:

Singkatnya, strategi ekonomi yang paling baik adalah strategi yang memungkinkan perusahaan swasta memainkan peranan aktif di dalam pasar bebas.

Sehingga, "memungkinkan pemanfaatan modal asing," tambah Mas'oed.

Kebijakan pokok ekonomi ini kemudian didukung oleh Ketetapan MPRS No.XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera. Kabinet ini diberi tugas menciptakan kestabilan politik dan ekonomi.

Soeharto, bundaran HI, orde baru, jakarta, 23 Agustus 1971

Sumber gambar, Sepia Times/Universal Images Group via Getty Images

Keterangan gambar, Baliho menyambut kedatangan Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard dari Belanda terpampang di sekitar Bundaran HI, Jakarta, 23 Agustus 1971.

Ketetapan ini kelak akan mewarnai kebijakan ekonomi dan politik Orba.

"Stabilitas politik sangat penting bagi keberhasilan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang pada gilirannya akan menjamin stabilitas politik lebih lanjut," kata pengamat politik Ken Ward, dalam buku NU, PNI dan Kekerasan 1971 (2024).

Di sinilah, para ekonom penasihat Presiden Soeharto kemudian merancang kebijakan ekonomi. Mereka dipimpin Widjojo Nitisastro, ekonom lulusan Universitas California, Berkeley, AS.

Kelak Widjojo dikenal sebagai arsitek ekonomi Orde Baru. Soeharto memercayainya menjadi menteri di bidang ekonomi setidaknya selama tiga periode pada awal pemerintahannya.

Widjojo Nitisastro, Eegje Schoo, Ali Wardhana, mafia berkeley, orde baru, ekonomi

Sumber gambar, Wikimedia Commons

Keterangan gambar, Widjojo Nitisastro (kanan), Eegje Schoo (tengah), dan Ali Wardhana (kiri) dalam pertemuan di Belanda pada 1983.

Dia pernah mengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Di sanalah pemikiran-pemikirannya "membuat Soeharto terpukau," kata Dhianita Kusuma Pertiwi dalam buku Mengenal Orde Baru (2021).

Pada masanya pernah beredar istilah 'Widjojomics' yang merujuk pengaruhnya yang kuat seputar kebijakan ekonomi Orde Baru.

Adapun pihak yang berseberangan dengan pendekatan ekonominya menyebut Widjojo sebagai bagian dari 'mafia Berkeley'.

"Mafia Berkeley dikenal dengan kebijakan-kebijakan ekonominya yang dibaca beberapa pihak sebagai pendekatan liberal," ujar Dhianita.

Soeharto, orde baru, ekonomi, pembangunan ekonomi

Sumber gambar, KEMAL JUFRI/AFP via Getty Images

Keterangan gambar, Penjual buah segar melintas di depan baliho bergambar Presiden Soeharto, 15 Desember 1997.

Bagaimanapun, lewat ide-ide ahli ekonomi itu, lahirlah konsep 'pembangunan'.

"Tekanannya pada pola atau model pembangunan negara-negara Barat," kata Fahcry Ali dan Bahtiar Effendy dalam buku Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia masa Orde Baru (1986).

Baca juga: