Dua orang ditetapkan tersangka kasus longsor tambang di Cirebon – 'Ini adalah kesalahan dalam metode penambangan'

Sumber gambar, BNPB
Dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus longsor di kawasan tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, yang menewaskan belasan orang. Longsor yang terjadi pada Jumat (30/05) diduga akibat kesalahan teknis dalam metode penambangan, menurut Dinas ESDM setempat.
Polresta Cirebon menetapkan dua orang tersangka dalam kasus longsor tambang galian C Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Sabtu (31/05) malam.
Kapolresta Cirebon, Kombes Sumarni, mengatakan penetapan kedua tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan yang melibatkan dinas terkait pertambangan.
"Kami menemukan adanya unsur pidana dalam kasus ini," tutur Sumarni, seperti dikutip dari Tempo.co, Minggu (01/06).
Polisi masih membuka kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus longsornya tambang galian C Gunung Kuda.
Tim gabungan dari TNI, Polri, Basarnas, BPBD, dan relawan sudah mengevakuasi 21 korban meninggal dunia dalam peristiwa longsor di kawasan tambang Gunung Kuda Cirebon, Jawa Barat, hingga Senin (02/06) sore.
Komandan Kodim 0620/Kabupaten Cirebon, Letkol Inf Mukhammad Yusron, mengatakan tim gabungan telah menemukan serta mengevakuasi dua jenazah korban di area longsor, pada Senin (02/06). "Dengan penemuan ini, total korban yang berhasil dievakuasi menjadi 21 orang," katanya.
Sampai pada Minggu (01/06), tim pencarian dan pertolongan (SAR) gabungan berhasil menemukan dan mengevakuasi 19 jenazah korban longsor yang terjadi di kawasan tambang galian C Gunung Kuda di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Adapun enam warga masih dalam pencarian.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menghentikan sementara seluruh aktivitas pertambangan di sana dan menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengatakan pencabutan izin itu sebagai bentuk sanksi istratif atas kelalaian dalam pengelolaan tambang.
"Keputusan ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab. Keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Kami tidak bisa menoleransi lagi pengelolaan tambang yang abai terhadap standar keselamatan," kata Dedi, Jumat (30/05) malam.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.
Siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka?
Kapolresta Cirebon, Kombes Sumarni, menjelaskan dua orang ditetapkan sebagai tersangka kasus longsor di tambang galian C Gunung Kuda setelah penyidik melakukan pemeriksaan yang melibatkan dinas terkait pertambangan.
"Masing masing dengan inisial AK dan AR," tutur Sumarni, pada Sabtu (31/05) malam.
Keduanya tersangka, pemilik tambang dan kepala teknik tambang, disangka melanggar Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.
Mereka juga dikenakan pasal Undang-Undang Keselamatan Kerja, Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Minerba, dan Pasal 359 KUHPidana.
"Kami menemukan adanya unsur pidana dalam kasus ini," tutur Sumarni.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.
Polisi masih membuka kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus longsornya tambang galian C Gunung Kuda.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Barat telah memeriksa enam orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi peristiwa longsor di Galian C Gunung Kuda di Cirebon. Mereka dianggap memiliki keterkaitan langsung dengan operasional di kawasan tambang tersebut.
"Keenamnya adalah Abdul Karim selaku Ketua Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al Azhariyah, Ade Rahman selaku KTT Kopontren Al Azhariyah, Ali Hayatullah selaku pengawas langsung lokasi galian, Kadi Ahdiyat selaku pengawas langsung lokasi galian, Arnadi selaku supir dump truk, dan Sutarjo selaku penerima atau pembeli material Gunung Kuda," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Hendra Rochmawan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/05).

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Bahan galian golongan C adalah usaha penambangan yang berupa tambang tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, granit dan beberapa jenis lainnya.
Data Dinas ESDM Jawa Barat mencatat terdapat beberapa pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di blok Gunung Kuda, Cirebon, yang izinnya akan berakhir pada 5 November 2025.
Dia menambahkan, ini bukan kali pertama longsor terjadi di lokasi tambang galian C Gunung Kuda.
Sebelumnya, bencana longsor terjadi pada Februari 2025, dan saat itu pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan awal.
Tidak ada korban jiwa dilaporkan dalam insiden Februari lalu.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
'Kesalahan metode penambangan'
Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirto Mulyono, mengatakan longsor yang terjadi pada Jumat (30/05) diduga kuat akibat kesalahan teknis dalam metode penambangan oleh pihak pengelola.
Bambang bilang metode penambangan di Gunung Kuda seharusnya dilakukan dari atas secara terasering, bukan dari bawah seperti yang diterapkan selama ini.
"Jenis batuan seperti ini seharusnya ditambang dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. Ini sudah dijelaskan berkali-kali oleh inspektur tambang," kata Bambang, Jumat (30/05).
Baca juga:
Dia mengeklaim bahwa pihaknya telah memberikan peringatan keras kepada pengelola tambang sebelum insiden terjadi. Namun teguran tersebut tidak diindahkan.
"Ini adalah kesalahan dalam metode penambangan," tegas Bambang.
"Kami dari dinas sudah memperingatkan berkali-kali, bahkan dengan nada yang cukup keras," katanya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.
Proses penambangan yang dilakukan tidak sesuai teknis penambangan, kata Bambang, meningkatkan risiko bencana seperti longsor yang terjadi di tambang galian C Gunung Kuda.
Dia menambahkan kepolisian juga disebut telah mengambil langkah pencegahan sebelum kejadian longsor terjadi.
Namun, menurut dia, pengelola tambang tetap mengabaikan peringatan tersebut dan tetap menjalankan operasi penambangan dengan metode yang salah.
"Sudah diingatkan berkali-kali, tapi tetap saja bandel. Lagi-lagi kejadian seperti ini terulang," katanya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.
Selain dugaan kesalahan metode penambangan, longsor terjadi karena lokasi tambang itu berada di zona kerentanan gerakan tanah yang tinggi.
Badan Geologi mencatat wilayah ini memiliki proporsi probabilitas kejadian gerakan tanah lebih besar dari 50% dari total populasi kejadian.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, mengatakan pergerakan tanah biasanya disebabkan curah hujan yang tinggi atau kejadian gempa bumi.
Selain itu, kemiringan lereng juga ikut memengaruhi pergerakan tanah, apalagi jika ditambah ada material timbunan seperti di tambang batu alam Gunung Kuda ini.
"Pada umumnya kisaran kemiringan lereng dari terjal (17 s.d. 36 derajat) sampai curam (> 36 derajat), tergantung pada kondisi geologi setempat dan lereng yang dibentuk oleh bahan timbunan," kata Wafid dalam keterangannya.