Jutaan pekerja hotel terancam PHK, imbas efisiensi belanja pemerintah - 'Sekarang saya kerja serabutan, kalau ada panggilan bersih-bersih rumah'

Sumber gambar, NurPhoto via Getty Images
Jutaan pekerja hotel dan restoran di Indonesia terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), salah satunya akibat kebijakan efisiensi belanja pemerintah yang diperkirakan berlanjut hingga tahun depan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, menyebut bisnis perhotelan saat ini "sudah gawat" karena kehilangan pasar utamanya yang selama ini menyumbang antara 40%-80%.
Salah satu pekerja kontrak yang terkena dampak adalah Tatang, yang bekerja pada bagian housekeeping di sebuah hotel bintang 5 di Semarang, Jawa Tengah. Ia dirumahkan setelah sepuluh tahun bekerja.
"Kaget sekali... [saya dirumahkan] tanpa ada permasalahan, tiba-tiba saja karena alasannya efisiensi," katanya lesu.
Nurhuda, pekerja harian bagian cook helper, di hotel bintang 4 di Yogyakarta ini juga bernasib sama.
"Sebulan sebelum [kena PHK], sebulan enggak masuk kerja, tiba-tiba dipanggil HRD dan diberitahu saya diberhentikan," keluhnya.
Pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menilai terpukulnya industri perhotelan tak cuma diakibatkan efisiensi belanja pemerintah, tapi juga kolapsnya kelas menengah.
Betulkah? Apa langkah pemerintah mengatasi persoalan ini?
'Saya diberhentikan gara-gara efisiensi'
Tatang tak pernah membayangkan nasibnya akan berakhir getir.
Setelah hampir sepuluh tahun bekerja pada bagian housekeeping di hotel bintang 5 di Semarang, ia diberhentikan begitu saja beberapa bulan lalu.
"Rasanya kaget..." ucapnya lirih ketika bercerita kontrak kerjanya tidak diperpanjang.
"Kalau saya bermasalah, saya terima [dirumahkan tidak apa-apa]. Tapi ini alasannya karena efisiensi."
Pria berusia kepala tiga ini bercerita mulai kerja di hotel tersebut pada 2019 dengan status pekerja kontrak. Aturan ketenakerjaan menyebut kontrak ini sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Tatang bertanggung jawab menjaga kebersihan dan kerapian kamar, area publik, serta fasilitas hotel.
Gajinya Rp3,4 juta per bulan. Meski sudah sesuai ketentuan Upah Minimum Kota (UMK), tapi nominal itu tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarganya.

Sumber gambar, Getty Images/Muhammad Arie
Tatang bilang, upah segitu terlalu mepet.
Tapi ia tak punya pilihan lain. Tatang terlanjur merasa nyaman bekerja di hotel itu dan tak berniat untuk pindah kerja.
Hingga pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, kunjungan tamu ke hotelnya mulai melorot pelan-pelan.
Beberapa pekerja akhirnya diberhentikan, dan ada juga yang dipindah posisinya.
"Jam kerja kami nambah tapi gaji tak sesuai," kenangnya.
"Ada yang dari ing dipindah ke security, kemudian yang kerja housekeeping dikurangi... dari yang tadinya lima orang cuma satu saja."
Begitu pagebluk dinyatakan berakhir, dunia perhotelan ternyata tak betul-betul menggeliat, kata Tatang.