Tak punya gereja, umat Katolik beribadah malam Tahun Baru di tengah hutan
Ibadah malam tahun baru bagi sejumlah umat Katolik di Kecamatan Bungus Teluk Kabung terlihat berbeda dengan pelaksanaan di beberapa daerah lainnya.
Jemaat Katolik di sana harus menempuh jalan memasuki hutan untuk bisa melaksanakan ibadah malam pergantian tahun di Rumah doa Stasi Santo Stefanus Sungai Pisang.
Jemaat mendirikan rumah doa ini, sembilan tahun lalu, karena jauhnya akses ke gereja di Kota Padang.
Sebelumnya, mereka beribadah di Gereja Paroki Santa Maria Bunda Yesus, Tirtonadi, Kecamatan Padang Selatan, dengan jarak sekitar 30 kilometer atau 1-1,5 jam perjalanan darat.
"Kalau kami beribadah ke Padang, yang tua-tua juga tidak sanggup ikut perjalanan jauh dengan kendaraan," kata Novezaro Zalukhu, salah satu jemaat Stasi Santo Stefanus kepada wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Selain memakan waktu dan tenaga, perjalanan jauh dari Sungai Pisang ke pusat kota juga memakan biaya besar.
Satu orang setidaknya menghabiskan biaya Rp 50.000-Rp 60.000 untuk ongkos naik ojek ke Jalan Padang-Painan dan naik opelet ke pusat kota.
Banyak jemaat yang mengaku tidak mampu membayar ongkos tersebut.
Meski lebih dekat, perjalanan menuju Stasi Santo Stefanus tidaklah mudah. Selain harus naik-turun bukit, tidak ada penerangan di perjalanan, kecuali senter yang dibawa jemaat.
Begitu pula saat hujan deras, jemaat tetap menempuhnya dengan kaki berlumpur.
Atas alasan itu, jemaat meminta perhatian dari pemerintah untuk memfasilitasi pendirian gereja.
Adapun Camat Bungus Teluk Kabung Harnoldi mengatakan untuk perizinan rumah ibadah, mesti ada usulan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan pemerintah setempat kepada instansi terkait. Instansi itulah yang memberikan rekomendasi.
"Sepanjang diizinkan, kami siap saja memfasilitasi," ujarnya.
Video editor: Dwiki Marta